Sudah menjadi tabiat manusia yaitu mencintai kebaikan. Tatkala ia mendapatkan kebaikan dari orang lain maka ia mempunyai kecenderungan mencintai orang itu karena kebaikannya. Padahal tidaklah seorang melakukan kebaikan kecuali Allahlah yang memberikan hidayah baginya untuk melakukan kebaikan. Tidak ada satu kebaikan pun yang dirasakan oleh makhluk kecuali berasal dari-Nya. Dialah Dzat yang seluruh kebaikan berasal dari-Nya.
Kebaikan Allah terus-menerus turun kepada hamba-Nya. Sementara sang hamba terus-menerus melakukan kemaksiatan. Allah senantiasa mengusahakan kecintaan hamba kepada-Nya, padahal Dia tidak membutuhkannya sedikitpun. Sementara sang hamba terus-menerus mengusahakan kemurkaan Allah kepadanya, padahal ia sangat membutuhkan-Nya. Kebaikan Allah dan limpahan nikmat-Nya tidak menghentikannya dari perbuatan maksiat. Pun demikian dengan Allah, kemaksiatan hamba-Nya tidaklah menghentikan kebaikan-Nya. Dengan demikian, siapakah yang lebih berhak engkau cintai?
Padahal, tidak ada makhluk yang saling mencintai kecuali karena salah satunya membutuhkan kepada yang lain, atau dua-duanya saling membutuhkan. Sedangkan Allah, Dia menuntut kecintaanmu kepada-Nya semata-mata untuk kebaikan dirimu sendiri. Juga tidak ada seorang pun yang engkau ajak bergaul mau menerima ajakanmu, jika ia merasa tidak mendapatkan keuntungan darimu sedikitpun (kecuali bagi orang yang diberi hidayah oleh Allah). Tapi Allah mengajakmu bergaul dengan-Nya hanya agar engkau beruntung, bahkan untung besar. Satu keburukan dibalas dengan satu keburukan juga, itupun merupakan sesuatu yang paling gampang untuk dihapus. Lalu, siapa yang lebih pantas engkau cintai dengan segala daya dan upaya?
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. Kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” (QS. an-Nahl: 53).
0 komentar:
Post a Comment